Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka sering kali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraan nya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan kondisi sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokter pun akan menyatakan pasien nya sehat jika menurut hasil pemeriksaan yang dilakukan mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal.
Kesehatan itu sendiri memiliki arti sebagai sesuatu kondisi sehat jasmani dan rohani serta dalam bidang sosial ekonomi. Kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Sehat juga dapat diartikan sebagai sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik,emosi,sosial dan spiritual.
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Setelah perang dunia II , Perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru lagi bagi peradaban manusia. Pepatah yunani tentang Mens sana in confore sano merupakan 1 indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Seperti juga psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia, maka masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk pengetahuan yang sederhana.
Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah setan-setan , roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental di masukan kedalam penjara bawah tanah atau dihukum dan diikat dengan rantai besi yang kuat dan berat. Namun lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya. Philippe Pinel di Perancis dan Willian Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praktis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Pendekatan Kesehatan Mental
Orientasi Klasik
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Setelah perang dunia II , Perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru lagi bagi peradaban manusia. Pepatah yunani tentang Mens sana in confore sano merupakan 1 indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Seperti juga psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia, maka masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk pengetahuan yang sederhana.
Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah setan-setan , roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental di masukan kedalam penjara bawah tanah atau dihukum dan diikat dengan rantai besi yang kuat dan berat. Namun lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya. Philippe Pinel di Perancis dan Willian Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praktis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Pendekatan Kesehatan Mental
Orientasi Klasik
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedangkan sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejala nya adalah kehilangan kontak dengan realitas.Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata 'sehat'. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan nya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma lingkungan dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada saat waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat
suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain.
Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (perawatan jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus.
Sumber data :
- afand.abatasa.com
- Siti Sundari, HS.2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Cetakan pertama. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya
- Bagus Takwin staff UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar