A. Pertimbangan-Pertimbangan Dasar
tentang supaya orang bisa efektif dan emosinya stabil, maka
konsep seseorang tentang dirinya sangat penting. Sejak psikologi terpisah dan
menjadi ilmu tersendiri, para psikolog berbicara mengenai isi-isi dan struktur
dari kesadaran. Kemudian dibawah pengaruh Sigmund Freud, “kekuatan ego” (suatu
istilah yang sering digunakan dan artinya sama dengan diri atau self) ditekankan sebagai penengah
(mediator) tingkah laku. Para eksistensialis kemudian menekankan pentingnya
“ada”, “identitas pribadi”, dan “menjadi” menurut apa yang diinginkan
seseorang.
1. Diri
(self) dan Ego
Menurut Coleman (1976) istilah “diri” (self) dan ego dalam arti yang sama, dengan demikian kalau orang
menggunakan kata “diri” artinya sama dengan kata “ego”, dan demikian juga
sebaliknya. Dan dalam “diri” terdapat tiga aspek, yakni:
a)
Diri sebagai subjek (apa yang
dipikirkan seseorang tentang dirinya sendiri)
b)
Diri sebagai objek (apa yang
dipikirkan oleh orang-orang lain tentang seseorang)
c)
Diri sebagai proses, atau yang
melakukan aktivitas-aktivitas, seperti memanipulasi, mempersepsikan, dan
berfikir.
Dalam pandangan Freud,
ego adalah aspek eksekutif kepribadian. Sebaliknya, istilah diri lebih
menunjukkan cara bagaimana seseorang mempersepsikan atau melihat apa dan
bagaimana dia. Mungkin juga diri itu adalah istilah yang digunakan untuk
mencakup aspek-aspek dari id dan superego
dalam kepribadian.
Dari apa yang dikemukakan dalam Tabel 7 dapat disimpulkan :
1)
Diri adalah pengaruh kepribadian
yang mempersatukan yang disekitarnya tersusun semua kesadaran atau
konsep-konsep yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri.
2)
Diri berkembang melalui interaksi
dan komunikasi dengan orang-orang lain.
3)
Diri adalah subjek, objek, dan
proses.
4)
Realisasi diri atau realisasi
potensi diri merupakan fungsi dasar untuk semua individu; individu-individu
menciptakan kepribadian mereka sendiri menurut tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan
sikap-sikap mereka.
5)
Fungsi-fungsi diri untuk
mengembangkan dan mempertahankan dirinya dalam cara yang sesuai dengan cara
bagaimana individu menilai, mempersepsikan, dan mengalami.
6)
Diri akan mempertahankan dirinya
terhadap kecemasan dan disorganisasi dengan mengeluarkan atau meniadakan
informasi atau dengan mendistorsikan persepsi-persepsi yang tidak sesuai dengan
organisasinya.
Erikson (1968) menggunakan suatu istilah yang kabur di mana
ia menyamakan identitas dengan konsep-diri. Tetapi ia juga memberi arti
tambahan tentang identitas, yakni :
1)
Kesadaran tentang ada yang berbeda
atau unik.
2)
Usaha tak sadar untuk meneruskan
pengalaman.
3)
Solidaritas atau identifikasi dengan
cita-cita kelompok.
Tanpa suatu hubungan identifikasi dengan kelompok sosial,
individu sama sekali tidak dapat menentukan nilai pribadi atau kemampuan untuk
bertindak. Kondisi ini disebut alienasi,
kalau hubungan antarpribadi yang bermakna tidak ada, maka individu tidak dapat
melihat dirinya sebagai orang yang berbeda atau tidak memiliki pengaruh. Proses
ini disebut deper-sonalisasi.
Depersonalisasi telah dilihat sebagai salah satu penyebab utama penyakit mental
(Schofield, 1964) dan menurut Glasser (1972) depersonalisasi adalah suatu
faktor yang ikut menyebabkan kenakalan remaja.
Identitas juga tergantung pada kemampuan mengalami diri
sendiri sebagai yang berbeda dan terpisah (Nobles, 1973). Disini terjadi
paradox, di satu pihak orang membutuhkan identifikasi dengan orang lain, tetapi
dilain pihak ia membutuhkan individuasi atau suatu perasaan yang unik, berbeda,
dan penting bagi sirinya sendiri. Misalnya, hasil penelitian dari Storr (1968)
tentang agresi manusia mengemukakan bahwa menentang sesuatu adalah perlu
seperti menerima sesuatu adalah perlu supaya dapat menentukan batas-batas
kepribadian dan memperkuat identitas.
2. Identitas
dan Kekuasaan
Didalam kebudayaan kita,
kekuasaan, pengaruh, dan membuat perbedaan adalah perlu supaya
individu-individu merasa bahwa mereka adalah penting, bahwa mereka adalah
sesuatu, dan memiliki status. Seperti dikemukakan oleh May (1969:4) “tidak ada
manusia yang dapat menahan pengalaman yang
terus-menerus mati rasa terhadap ketidakberdayaannya sendiri”.
Menjadi dependen, tidak efektif, atau impoten adalah buruk,
sedangkan menjadi kuat (poten) dan independen adalah baik. Sikap tersebut
melihat hubungan antar pribadi sebagai hubungan kompetitif dan membatasi
kepercayaan yang dibutuhkan untuk hubungan-hubungan yang akrab dan bermakna
dengan orang-orang lain.
Dari hasil pengamatan terhadap orang-orang yang
transaksi-transaksi antar pribadi, kekuasaan dan cara-cara bagaimana kekuasaan
itu dibagi dikategorikan dalam tiga kelompok :
a)
Kekuasaan bersama (power with) adalah
membuat perbedaan dengan cara bekerja sama dan saling mendukung.
b)
Kekuasaan terhadap (power over) adalah kekuasaan yang dicari
oleh orang-oarang yang tidak merasa dirinya penting dan adekuat kecuali kalau
mereka dapat memimpin dan mengontrol orang-orang lain. Mereka bergerak kea rah
pola ini karena mereka tidak mampu mengembangkan orientasi kekuasaan bersama
yang lebih memuaskan.
c)
Kekuasaan menentang (power against) adalah suatu pola yang
dikembangkan oleh orang-orang yang mengembangkan orientasi kekuasaan bersama
dan (atau) kekuasaan terhadap. Untuk menghindari perasaan gagal, impoten, dan
tidak penting, orang-orang tersebut tidak memiliki alternative lain selain
menentang.
EMPAT TEORI TENTANG
DIRI
1.
Sullivan
Dalam pandangan Sullivan, semua individu pada waktu lahir
memiliki potensi untuk menjadi manusia. Ia berpendapat bahwa dari
kekecewaan-kekecewaan dan frustasi-frustasi yang dialami bayi selama
tahap-tahap awal kehidupannya, diri itu muncul melalui gejala empati yang unik.
Empati menurut Sullivan adalah “hubungan yang mendahului bahasa tanpa disadari
oleh bayi itu sendiri dan mungkin sekali hanya sepihak saja.”
Sullivan (1953) berkata: “Empati adalah istilah yang kami gunakan untuk menunjukkan hubungan
emosional yang khas antara bayi dan orang-orang lain yang berarti ibu atau
pengasuhnya. Lama sebelum ada tanda-tanda suatu pemahaman tentang ungkapan
emosi ada bukti tentang penularan atau persatuan emosi.”
Sullivan
juga menambahkan kata: “Dinanisme diri
dibangun dari pengalaman persetujuan dan celaan, hadiah dan hukuman. Kekhasan
dinanisme diri itu ialah ketika tumbuh ia berfungsi sesuai dengan keadaan
perkembangan, langsung dari permulaan. Ketika ia berkembang, fungsinya makin
menjadi seperti mikroskop. Karena persetujuan dari orang yang penting sangat
bernilai, maka celaan tidak memberikan kepuasan dan menyebabkan kecemasan, diri
menjadi sangat penting. Ini memungkinkan pemusatan perhatian yang cermat pada
tingkah laku anak yang menjadi sebab persetujuan dan celaan, tetapi sangat
menyerupai mikroskop, ikut melihat yang lain-lainnya di dunia. Apabila anda
memandang melalui mikroskop anda, maka anda tidak banyak melihat kecuali apa
yang tampak melalui saluran itu. Begitulah dinanisme diri. Ia memilki
kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada tingkah laku orang lain yang
penting yang mendapat persetujuan atau celaan. Dan kekhasan tersebut, yang erat
hubungannya dengan kecemasan, tetap bertahan sejak itu selama hidup. Jadi,
itulah diri yang kita sebut apabila kita berkata “aku”, adalah satu-satunya
yang memiliki kewaspadaan, yang mengetahui apa yang terjadi dan tidak perlu
dikatakan, mengetahui apa yang terjadi pada medannya sendiri.”
Jadi, sistem diri (self
system) dibangun atas dasar pengalaman-pengalaman persetujuan dan celaan.
Suliivan mengatakan, dalam salah satu pernyataan yang sangat penting, “Diri
mungkin dikatakan terbentuk dari penilaian-penilaian yang dipantulkan.” Jika
penilaian-penilaian itu sangat merugikan, maka individu akan meremehkan dan
memusuhi gambaran-dirinya. Sebaliknya, jika penilaian-penilaian yang
dipantulkan itu sangat positif dan konstruktif, maka diri yang mengalami
penilaian-penilaian itu akan menjadi yakin dan menyetujuinya.
2.
Allport
Menurut Allport (1960), proprium
meliputi segala segi kepribadian yang menyebabkan kesatuan ke dalam. Istilah proprium menunjuk pada sesuatu yang
dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium (self) terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan
bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang
sebagai yang unik. Allport menyebutnya “aku
sebagaimana dirasakan dan diketahui.”
Jadi, proprium
adalah susunan dari 8 tingkat diri, yaitu:
a. Diri
Jasmaniah
Diri jasmaniah terdiri dari banyak perasaan yang ada dalam
organisme itu. Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri.
Perasaan tentang diri itu bukan merupakan bagian dari warisan keturunan kita.
Berangsur-angsur, dengan makin bertambah kompleksnya belajar dan
pengalaman-pengalaman perseptual, maka berkembanglah suatu perbedaan yang kabur
antara sesuatu yang ada “dalam aku” dan hal-hal lain “di luar aku”. Kesadaran
akan “aku jasmaniah” merupakan langkah pertama ke arah tercapainya seluruh
diri. Allport menyebutnya “jangkar abadi” untuk kesadaran diri kita, meskipun
masih jauh dari menjadi seluruh diri orang itu.
b. Identitas
Diri
Perasaan akan identitas diri berkembang sedikit demi sedikit
ketika anak perlahan-perlahan belajar membedakan dirinya dari lingkungannya.
Anak mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang
terpisah. Anak mempelajari namanya, menyadari bahwa bayangan dalam cermin hari
ini adalah bayangan dari orang yang sama seperti yang dilihatnya kemarin, dan
percaya bahwa perasaan tentang “aku” atau “diri” tetap bertahan dalam
menghadapi pengalaman-pengalaman yang berubah-ubah. Allport berpendapat bahwa
segi yang sangat penting dalam identitas diri adalah nama orang. Nama itu
menjadi lambang dari kehidupan seseorang yang mengenal dirinya dan
membedakannya dari semua diri lain di dunia.
c. Harga
Diri
Inti dari munculnya harga diri ialah kebutuhan anak akan
otonomi. Hal ini kelihatan dalam tingkah lakunya yang negatif sekitar usia 2
tahun ketika anak kelihatannya selalu menentang segala sesuatu yang dikehendaki
orang tua untuk dilakukannya. Kemudian, sekitar usia 6 atau 7 tahun harga diri
lebih ditentukan oleh semangat bersaing dengan kawan-kawan sebayanya.
d. Perluasaan
Diri (Self Extension)
Anak usia 4 atau 5 tahun sudah mulai menyadari orang-orang
lain dan benda-benda dalam lingkungannya. Ia memasukan ke dalam dirinya yang
sedang tumbuh beberapa di antaranya orang-orang dan benda-benda itu menjadi
miliknya. Meskipun dalam usia ini, lingkaran benda-benda dan orang-orang
seperti terungkap dalam kata “kepunyaanku” terbatas, namun proses yang
menyebabkan kesatuan-kesatuan yang lebih luas seperti negara, karier, agama
menjadi “kepunyaanku” sekarang terbentuk. Ini adalah permulaan dari kemampuan
orang untuk memperpanjang dan memperluas dirinya, untuk memasukkan tidak hanya
benda-benda tetapi juga abstraksi-abstraksi, nilai-nilai, dan
kepercayaan-kepercayaan. Diri sekarang menjafi suatu organisasi barang, orang,
ide, keyakinan yang luas, kaya beranekaragam, dan kompleks.
e. Gambaran
Diri
Gambaran diri menunjukan bagaimana anak melihat dirinya dan
pendapatnya tentang dirinya. Gambaran ini berkembang dari interaksiinteraksi
antara orang tua dan anak. Gambaran diri ini meliputi baik konsep diri maupun
cita-cita seseorang bagi dirinya sendiri, atau dengan istilah-istilah lain,
diri real (the real self) dan diri
ideal (the ideal self). Banyak
pertumbuhan terjadi karena adanya gambaran diri. Salah satu fungsi dari
gambaran diri ini ialah menghubungkan waktu sekarang dan waktu yang akan
datang.
f. Diri
sebagai Pelaku Rasional
Diri sebagai pelaku rasional dalam kepribadian bertanggung
jawab mensintesiskan kebutuhan-kebutuhan batin dengan kenyataan. Allport
mengemukakan bahwa diri sebagai pelaku rasional “mampu juga menghasilkan pemecahan-pemecahan, penyesuaian-penyesuaian
diri yang tepat, perencanaan akurat, dan pemecahan persamaan-persamaan
kehidupan yang relatif tanpa salah.”
g. Perjuangan
Diri (Propriate Striving)
Perjuangan diri merupakan istilah yang digunakan Allport
untuk menyebut motivasi proprium dan dalam masa remaja (adolecences). Allport berkata: “Perjuangan
diri membedakan dirinya dari bentuk-bentuk lain dari motivasi karena betapa pun
dihadang oleh berbagai konflik, ia tetap berusaha mempersatukan kepribadian ...
memiliki tujuan-tujuan jangka panjang, dianggap sebagai pusat bagi eksistensi
pribadi seseorang, membedakan manusia dengan binatang, membedakan orang dewasa
dengan anak kecil, dan membedakan banyak hal antara kepribadian yang sehat
dengan kepribadian yang sakit.”
h. Diri
yang Mengetahui
Tingkatan proprium yang terakhir adalah “diri yang
mengetahui” mengatasi semua yang lain. Allport (1960) berkata: “Kita tidak hanya mengetahui barang-barang,
tetapi kita juga mengetahui ciri-ciri empiris proprium kita sendiri. Aku yang
mempunyai perasaan-perasaan badaniah, aku yang mengenal identitas diriku,
perluasan diriku, rasionalisasiku sendiri dan juga minat-minat serra
perjuangan-perjuangan. Jadi, apabila aku memikirkan fungsi-fungsi propriumku
sendiri, mungkin aku melihat kebersamaan mereka yang hakiki dan merasakan
mereka terikat sangat erat adalah salah satu cara fungsi mengetahui itu sendiri.”
“Karena mengetahui serupa itu melampaui
setiap bayangan keraguan, suatu keadaan yang khas milik kita, kita menerimanya
sebagai fungsi kedelapan yang jelas dari proprium.”
Pendapat Allport sangat penting untuk mempertahankan bahwa “semua fungsi psikologis yang biasanya
dianggap berasal dari diri atau ego harus diterima sebagai data dalam
penyelidikan ilmiah tentang kepribadian.”
3.
Diamond
Dasar pemikiran Solomon Diamond adalah proses rangkap
pencarian diri dan pertahanan diri sebagai inti kepribadian manusia. Kedua
proses ini berlangsung terus sepanjang hidup individu. Menurut Diamond,
penemuan diri dicapai dengan dua cara, yaitu melalui pengenalan dan
penyelidikan tubuh serta melalui identifikasi dan imitasi orang-orang yang
ideal.
Dari penelitian Jourard & Remy dengan menggunakan
mahasiswa sebagai subjek penelitiannya mengenai perbedaan jenis kelamin dalam
variabelitas respons terhadap pilihan tubuh dan diri, Jourard & Remy (1957)
mengemukakan bahwa: “... di kalangan
wanita penampilan tubuh merupakan faktor yang penting bagi harga diri maupun
bagi penerimaan oleh orang lain, sedangkan di kalangan pria, penampilan tubuh
kurang relevansinya dengan tujuan-tujuan yang berharga itu. Karena para wanita
lebih memperhatikan tubuh, maka wanita diduga mengadakan perbedaan-perbedaan
yang lebih halus daripada pria mengenai gambaran tubuh mereka.”
Diamond (1959) berkata: “Kita
mempelajari diri kita tidak hanya dengan mengalami perbuatan kita sendiri,
melainkan juga dengan mengalami perbuatan orang lain yang digunakan sebagai
cermin dan model untuk imitasi.” Menurut Diamond, proses identifikasi
berlangsung terus sepanjang hidup, meskipun identifikasi jauh lebih kuat selama
masa bayi dan awal kanak-kanak. Diamond telah menjelaskan secara mendalam teori
dinamik tentang perkembangan diri. Ia tidak mengajukan pendapat tentang adanya
diri sejati yang statis, melainkan diri yang selalu berubah meskipun perubahan
itu terjadi sedikit demi sedikit karena sambil berubah individu itu juga
mempertahankan dirinya terhadap perubahan. Bagi Diamond, diri itu adalah
orangnya.
4.
Combs
dan Snygg
Combs dan Snygg mengemukakan pandangan fenomenologis tentang
kodrat dari diri dan perkembangannya. Pertama, lingkungan fenomenal individu
meliputi semua persepsinya termasuk persepsi tentang dirinya dan bukan dirinya.
Ini adalah seluruh medan kesadarannya. Menurut Combs & Snygg, “diri fenomenal adalah diri dalam situasi
tertentu.” Di dalam dan pada pusat diri fenomenal itu terdapat seperti apa
yang dikatakan Combs & Snygg, yakni konsep diri yang terdiri
persepsi-persepsi tentang diri yang sangat penting bagi individu.
Persepsi-persepsi ini merupakan hakikat dari “me” yang kalau hilang, maka pribadi akan hancur. Kedua, Combs &
Snygg berpendapat bahwa tepat pada waktu kelahiran anak, diri mulai muncul dan
terus berkembang perlahan-lahan ketika bayi itu membedakan “me” dan “not me”. Combs & Snygg (1959) berkata: “Sedikit demi sedikit
sewaktu pengalaman bertambah, diri makin lama makin jelas terdiferensiasi dari
yang lain-lain dalam medan fenomenal.” Dengan berkembangnya bahasa, proses
tersebut dipercepat karena “bahasa
merupakan “steno” yang dapat melambangkan, memanipulasi, dan memahami
pengalaman dengansangat efesien.” Combs & Snygg berpendapat bahwa pada
dasarnya diri merupakan produk sosial yang muncul dari pengalaman dengan orang
lain.
Combs & Snygg menyatakan bahwa perubahan dalam diri yang
diamati kelihatannya tergantung pada sekurang-kurangnya ada tiga faktor, yaitu
“pertama, tempat dari konsep baru itu
dalam organisasi diri individu sekarang. Kedua, hubungan dari konsep baru itu
dengan kebutuhan dasar individu. Dan ketiga, kejelasan pengalaman dari persepsi
baru.”
FAKTOR-FAKTOR PADA PERUBAHAN-PERUBAHAN PENTING DALAM
PERSEPSI DIRI
1.
Perubahan-Perubahan
karena Perkembangan
Strang (1957) berkata: “perubahan-perubahan
dalam konsep diri individu mungkin terjadi setiap waktu, tetapi terutama pada
permulaan dari setiap tahap perkembangan.” Ada 7 tahap perkembangan, yaitu
masa ketika anak mulai sekolah, masa pra-remaja, masa awal remaja, masa akhir
remaja, masa ketika individu menikah, masa dimana anak-anaknya tidak memerlukan
pemeliharaan terus-menerus, dan masa ketika ia mencapai usia pensiun.
a. Masa
Anak Mulai Sekolah
Allport berpendapat bahwa anak mencapai identitas diri
ketika ia berusia 4 atau 5 tahun. Mungkin sekali identitas diri ini sudah mulai
muncul pada usia 2 tahun ketika ia melewati masa negativisme.
Sekurang-kurangnya ia sudah mulai siap memasuki dunia sekolah yang baru dan
mendebarkan hati. Sekolah merupakan perkembangan kedua bagi anak. Beberapa
minggu yang pertama atau bahkan beberapa hari yang pertama disekolah sangat
berpengaruh terhadap persepsi anak tentang dirinya. Selama beberapa jam sehari
dan enam hari seminggu, guru menjadi pengganti ibu.
b. Masa
Pra-Remaja
Usia masa pra-remaja sekitar 11 tahun. Pada masa
perkembangan pra-remaja yang mulai pada waktu anak mengembangkan kapasitas
untuk mengadakan persahabatan-persahabatn yang akrab dengan anak-anak lain yang
sejenis. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ikatan-ikatan emosional yang sangat
kuat terjadi dengan anak-anak seusianya dan bukan dengan orang-orang dewasa.
Dalam masa ini sebagian tertentu dari individualitasnya hilang dan akan melihat
dirinya lebih daripada sebelumnya sebagai anggota kelompok.
c. Masa
Awal Remaja
Usia pada masa awal remaja sekitar 14 tahun. Perubahan
berikutnya terjadi pada awal masa remaja. Perubahan-perubahan fisik yang agak
cepat terjadi pada tinggi, berat, bentuk tubuh, alat-alat kelamin, dan suara.
Oleh karena itu, selama tahap ini individu harus membuat perubahan besar pada
gambaran tubuhnya. Awal masa remaja adalah masa sulit bagi banyak orang. Tidak
hanya terjadi pergeseran ikatan-ikatan emosional dengan orang tua, tetapi juga
ikatan-ikatan emosional dari orang lain sejenis. Ada keinginan baru yang
samar-samar dan setengah-setengah dipahami untuk mengadakan hubungan fisik dan
emosional dengan orang-orang yang berbeda jenis kelamin.
d. Masa
Akhir Remaja
Usia masa akhir remaja sekitar 17 tahun. Pada akhir masa
remaja, pertumbuhan telah selesai dan anak sekarang menjadi seorang pemuda yang
terampil, tetapi biasanya belum mempunyai peran khusus dalam dunia orang
dewasa. Dalam keluarga kelas menengah dan atas biasanya secara ekonomis ia
masih tergantung pada orang tuanya dan mungkin kesal atas ketergantungan itu,
tetapi ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
e. Masa
ketika Individu Menikah
Usia pada masa ini sekitar 23 tahun. Asumsi tentang hubungan
dan tanggung jawab dalam perkawinan biasanya muncul tidak begitu lama setelah
berakhirnya masa remaja. Ia memerlukan perubahan-perubahan baru dalam
persepsi-persepsi mengenai diri sendiri. Wanita belajar melihat dirinya sebagai
istri yang memuaskan atau tidak memuaskan, pengatur rumah tangga atau pengelola
anggaran keluarga yang baik atau kurang baik. Sedangkan pria, tidak lama
sebelumnya melihat dirinya sebagai seorang yang bebas, tidak tergantung,
sekarang harus belajar dengan semua penyesuaian diri yang terlibat didalamnya
untuk melihat dirinya sebagai suami dan ia juga harus belajar memikul tanggung
jawab sebagai kepala keluarga.
f. Masa
Setengah Baya
Usia pada masa setengah baya untuk pria sekitar 30 tahun dan
untuk wanita 40 tahun. Masa perkembangan ini sulit menentukan usia kronologis
dari amsa ini karena begitu berbeda-beda pada individu-individu. Rupanya
sedikit lebih sulit bagi wanita daripada pria untuk membuat perubahan-perubahan
yang perlu dalam persepsi diri selama masa ini. Ada beberapa orang yang sama
sekali gagal dan mengembangkan gangguan tingkah laku yang berat, yaitu
melankolia involusi (involutional
melancholia), tetapi sangat banyak yang berhasil melihat diri mereka kurang
menarik dibandingkan dulu. Mereka juga harus menyesuaikan diri mereka dengan
kenyataan menyusutnya kekuatan fisik.
g. Masa
Usia Pensiun
Usia pada tahap perkembangan ini adalah sekitar 60-an.
Mereka tidak lagi melakukan pekerjaan yang bagi seorang pria merupakan bagian
yang penting dari diri fenomenalnya. Pada batas-batas tertentu semua kebutuhan
dasar mereka digagalkan. Banyak pria belajar menyesuaiakn diri terhadap
situasi-situasi ini dengan mengubah persepsi-persepsi mereka tentang diri
mereka sendiri.
2.
Perubahan-Perubahan
karena Krisis Kehidupan
Setiap terapis yang berpengalaman mengetahui bahwa
krisis-krisis kehidupan yang tampaknya jelas mungkin sama sekali bukan krisis.
Tetapi bagaimanapun juga, bermacam-macam situasi krisis benar-benar terjadi
pada kebanyak orang. Karena pengalaman traumatis adalah kuat, maka selalu
mengakibatkan perubahan dalam diri. Tetapi harus diperhatikan bahwa krisis
dapat bersifat positif dan juga negatif. Keuntungan besar mengandung pengaruh
emosional besar seperti juga halnya dengan keruguan besar.
3.
Perubahan-Perubahan
Akibat Psikoterapi
Psikoterapi pertama-tama adalah situasi belajar dengan
penekanan pada emosi-emosi dan bukan pada pikiran. Pasien masuk dalam proses
terapi dengan persepsi diri yang agak kaku dan condong menjelek-jelekan orang
lain. Ia mendambakan suatu konsep diri yang positif, tetapi proses
pertumbuhannya terhalang oleh konflik-konflik, kecemasan-kecemasan, dan
mekanisme-mekanisme pertahan diri yang tidak normal.
Rogers berkata: “Tahap
ini berada beberapa ratus mil psikologis jauhnya dari tahap pertama yang
diuraikan itu. Disini banyak segi pada pasien mengalir, berlawanan dengan
kekakuan pada tahap pertama. Ia sangat mendekati ada organiknya, yang selalu
dalam proses. Ia jauh lebih dekat dengan ada dalam arus perasaanya.
Konstruksi-konstruksi pengalamannya jelas mengendor dan berulang-ulang diuji
terhadap petunjuk-petunjuk dan bukti di dalam dan di luar. Pengalaman sangat
terdiferensiasi dan dengan demikian komunikasi internal yang telah mengalir
dapat jauh lebih tepat.”
Jelas bahwa proses psikoterapi mengakibatkan
perubahan-perubahan yang luar biasa pada diri. Tidak ada lagi kekakuan,
ketakutan, dan kecemasan yang berlebihan. Individu telah dibebaskan dari
semuanya ini dan sekarang dapat mengalami secara pebuh dan harmonis. Ia menjadi
orang yang berubah, tetapi bukan orang yang baru.
DISTORSI DAN PEMENUHAN
Persepsi diri seseorang merupakan
produk lingkungannya yang dicapai dalam batas-batas yang ditetapkan oleh
warisan biologisnya. Bagaimana masa lampaunya itulah yang menentukan masa
depannya. Karena latar belakang yang bermacam-macam, maka kepribadian juga
bermacam-macam. Sedikit Distorsi dan sedikit pemenuhan, sedikit persepsi
negatif dan sedikit persepsi positif, sedikit perasaan tidak adekuat dan
sedikit perasaan adekuat, semuanya berada dalam setiap kepribadian.
Pada tingkat yang paling rendah dari
rangkaian kesatuan itu adalah para pasien psikosis yang hidup dibawah begitu
banyak ancaman sehingga terpaksa mengadakan penyesuaian-penyesuaian diri yang
ekstreem dalam usaha mempertahankan setiap macam “diri”. Meskipun perasaan
adekuat itu terletak pada rangkaian kesatuan, namun ada nilai tertentu dalam
membandingkan dinamika dan ciri-ciri khas mereka yang berada di bawah
pertengahan diri rangkaian kesatuan itu dan orang-orang yang berada jauh diatasnya,
orang yang memiliki konsep diri yang sangat positif.
KEPRIBADIAN-KEPRIBADIAN
YANG MENGALAMI DISTORSI
Orang-orang yang mengalami hal ini
akan mengundang simpati, hal ini terjadi karena keadaan-keadaan yang tidak
dapat dikuasai. Mereka tidak memutuskan ciri-ciri organisme yang mereka warisi,
potensi ini mungkin tidak terletakan yang membuat mereka tidak adekuat,
misalnya keterbelakangan mental yang parah.salah satu respon terhadap ancaman
ialah kecemasan. Seperti telah dijelaskan dalam bab lainnya bahwa kecemasn
bersifat represif dan merintangi belajar yang baru. Orang yang terancam
mempertahankan dirinya antara lain dengan menolak persepsi-persepsi baru. Ia
bersikeras bahwa itu tidak ada meskipun pada waktunya mengetahui bahwa itu ada.
Tetapi penolakan itu mungkin dilakukan terus-menerus sampai pada akhirnya
persepsi-persepsi itu sama sekali ditekan.
Orang yang terancam terhambat dalam
mempertahankan persepsi-persepsi baru. Ia harus memusatkan perhatiannya pada
mempertahankan struktur kepribadiannya yang kaku dengan tetap memperhatikan
pertahanan-pertahanannya. Salah satu pertahanannya ialah distorsi yang
digunakan untuk membuat peristiwa atau pengalaman baru lebih dapat diterima
oleh dirinya. Pertahanan semacam ini menggunakan mekanisme-mekanisme penyesuaian
diri yang eksesif.
Sudah menjadi kebiasaan apabila
orang-orang yang mengalami distorsi tidak dapat menerima dirinya dan
orang-orang lain. Hal ini dapat menjelaskan bahwa kesepian merupakan ciri khas
orang yang tidak adekuat. Mereka merasa terpisah dari dunia real dan dunia
manusia lainnya.
KEPRIBADIAN YANG
MENGAKTUALISASIKAN DIRI
Orang-orang yang memenuhi
kebutuhannya secara adekuat dan mencapai tingkat pemenuhan atau aktualisasi
diri yang tinggi jauh berbeda dengan orang-orang yang mengalami distorsi
seperti yang baru diuraikan di atas tadi.biasanya warisan biologis mereka
normal dan juga pengalaman-pengalaman dalam masa bayi dan masa kanak-kanak
postif. Karena kebutuhan-kebutuhan mereka, terutama kebutuhan akan keamanan
emosi selama beberapa tahun pertama dalam kehidupan dipuaskan, maka mereka
berangkat dari titik tolak yang baik.
Combs
dan Syngg (1959) mencatat tiga ciri utama medan perseptual dari orang orang
adekuat :
1.
Orang-orang adekuat umumnya melihat diri mereka
secara positif
2.
Orang-orang adekuat biasanya lebih mampu
menerima dan mengintegrasikan persepsi-persepsi mereka dalam medan fenomenal
3.
Orang-orang adekuat mampu mengidentifikasikam
diri secara luas dengan orang-orang lain.
Konsep diri yang
positif biasanya menunjukan penilaian diri yang realistik dan kesehatan mental
yang baik. Orang yang memiliki gambaran diri postif ini relatif bebas dari
ancaman. Oleh karena itu, kecemasan hanya sedikit sekali dan tidak perlu
mengadakan pertahanan diri terhadapanya.
Persepsi-persepsi diri yang positif
menunjukan kesehatan mental jika persepsi-persepsi tersebut berdasarkan
penilaian diri yang realistik.
Maslow telah melakukan suatu usaha
yang luar biasa dalam bidang ini (1954). Ia memilih sebuah kelompok orang yang
telah mengaktualisasikan diri yang sebagian besar terdiri dari tokoh-tokoh
masyarakat dan tokoh-tokoh sejarah meskipun ia memasukan beberapa orang
semasanya yang tidak dikenal secara luas. Maslow menerangkan bahwa dari
penyelidikannya hanya kesan-kesan gabungan yang daoat diberikan berkenaan
dengan ciri-ciri orang-orang yang mengaktualisasikan dirin. Ciri-ciri tersebut
adalah :
1.
Mengamati realitas secara efisien
2.
Penerimaan umum atas kodrat orang lain dan diri
sendiri
3.
Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran
4.
Fokus pada masalah-masalaj di luar diri mereka
5.
Kebutuhan akan privasi dan independensi
6.
Berfungsi secara otonom
7.
Apresiasi yang senantiasa segar
8.
Pengalaman-pengalaman mistik atau “puncak”
9.
Minat sosial
10.
Hubungan antar pribadi
11.
Struktur watak demokratis
12.
Perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik
dan buruk
13.
Perasaan humor yang tidak menimbulkan
permusuhan
14.
Kreativitas
15.
Resistensi terhadap enkulturasi
MENGAMATI REALITAS SECARA
EFISIEN
Sebagai bagian dari perspektif
objektif ini, Maslow berpendapat bahwa pengaktualisasi diri adalah hakim-hakim
yang teliti terhadap orang-orang lain, mampu menemukan dengan cepat penipuan
dan ketidak jujuran.
Penelitian ini meluas pada segi-segi
kehidupan lain seperti bidang kesenian, musik, intelektual, politik, atau
ilmiah. Penguaktualisasi diri tidak melihat hal-hal serupa itu menurut
kebiasaan atau menurut cara orang-orang “yang paling baik” melihatnya atau cara
siapa saja yang melihatnya. Mereka bersandar semata-mata pada keputusan dan
persepsi mereka sendiri serta tidak terdapat pandangan yang berat atau
prasangka-prasangka.
Maslow menulis “orang-orang yang
neurotik secara emosional tidak sakit, dia secara kognitif salah.” (Maslow, 1970).
Seseorang yang tidak dapat berinteraksi dengan dunia dan orang lain serta
menanggulanginya apabila ia hanya memiliki gambaran subjektif tentang mereka.
Semakin objektif kita dalam menggambarkan kenyataan, maka semakin baik pula
kemampuan kita untuk berpikir secara logis, untuk mencapai
kesimpulan-kesimpulan yang tepat, dan pada umumnya untuk menjadi efisien secara
intelektual.
PENERIMAAN UMUM ATAS
KODRAT, ORANG-ORANG LAIN, DAN DIRI SENDIRI
Orang-orang yang mengaktualisasikan
diri meneirima diri mereka, kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan mereka
tanpa keluhan atau kesusahan. Sesungguhnya, mereka tidak terlampau banyak
memikirkannya. Maslow menulis “orang tidak dapat mengeluh tentang air, karena
air basah atau tentang batu-batu karena batu-batu keras, atau tentang
pohon-pohon karena pohon-pohon hijau.” (Malow, 1970). Ini adalah tata tertib
kodrati dari hal-hal itu, demikian juga dengan kodrat dari para pengaktualisasi
diri.
Mereka menerima selera hawa nafsu
mereka tanpa rasa malu atau minta maaf, dan mereka menerima tingkat-tingkat
cinta dan memiliki, penghargaan, dan harga diri mereka. Tetapi Maslow
mengemukakan bahwa para pengaktualisasi diri merasa salah, malu, susah atau
menyesal terhadap beberapa segi tingkah
laku mereka, khususnya ketidaksesuaian-ketidaksesuaian antara kodrat mereka
pada saat itu dan bagaimana mereka semestinya atau seharusnya.
Sebailknya orang-orang neurotik
dilumpuhkan oleh perasaan malu atau perasaan bersalah atas kelemahan-kelemahan
dan kekurangan-kekurangan mereka yang begitu dihantui sehingga mereka
mengalihkan waktu dan energi dari hal-hal yang lebih konstruktif.
SPONTANITAS, KESEDERHANAAN, KEWAJARAN
Para pengaktualisasi diri bertingkah laku secara terbuka dan langsung
tanpa berpura-pura. Mereka tidak harus menyembunyikan emosi-emosi mereka, tetapi mereka dapat
memperlihatkan emosi-emosi tersebut dengan jujur. Maslow (1954) membuat
pernyataan sebagai berikut :
“Kehidupan motivasi
dari orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak hanya secara kuantitatif,
tetapi juga secara kualitatif berbeda dengan kehidupan motivasi dari
orang-orang biasa. Rupanya ada kemungkinan bahwa kita harus menyusun psikologi
motivasi yang sangat berbeda bagi orang-orang yang mengaktualisasikan diri....
motivasi dari diri orang-orang biasa adalah usaha untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan dasar yang kurang pada mereka. Tetapi, orang-orang yang
mengaktualisasikan diri pada dasarnya tidak kekurangan sedikitpun dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini; mereka memiliki impuls-impuls. Mereka berkerja,
berusaha, dan ambisius, meskipun dalam arti luar biasa. Bagi mereka, motivasi
hanyalah pertumbuhan,ungkapan, pematangan, dan perkembangan watak; dengan satu
kata aktualisasi diri.”
Orang-orang neurotik dan orang-orang
yang tidak mengaktualisasikan diri tidak dapat berfungsi secara spontan; mereka
harus mengubah segi-segi diri mereka yang menyebabkan mereka merasa malu atau
merasa bersalah.
FOKUS PADA MASALAH-MASALAH DI LUAR DIRI MEREKA
Orang-orang yang mengaktualisasikan
diri mencintai perkerjaan mereka dan berpendapat bahwa perkerjaan itu tentu
saja cocok untuk mereka. Maslow melukisnya sapa seperti permainan cinta yang
sempurna ; perkerjaan dan orang tampaknya “berarti bagi satu sama
lain......orang dan perkerjaan bersama-sama cocok dan bersama-sama memiliki
secara sempurna seperti kunci dan yang dikunci” (Maslow, 1970). Mereka
melakukan pekerjaan bukan semata-mata untuk mendapat penghasilan.
Sebagai akibat dari terbenamnya
dalam perkerjaan ini dan dari kepuasaan hebat yang ditimbulkannya, maka kepribadian-kepribadian
yang sehat ini berkeja lebih keras daripada orang-orang yang memiliki kesehatan
jiwa yang biasa. Tetapi, tentu saja perkerjaan itu bukan suatu tugas bagi
mereka; perkerjaan itu merupakan permainan mereka. Mereka senang melakukan
perkerjaan mereka, lebih daripada sesuatu yang lain, dan terus melakukannya,
meskipun mereka tidak membutuhkan pendapatan yang diperoleh dari perkerjaan
itu. Maslow mengemukakan bahwa untuk orang-orang ini, ide-ide seperti liburan,
lelucon, hiburan, istirahat, atau kegemaran, terlebur dalam tugas, panggilan,
dan perkerjaan mereka.
KEBUTUHAN AKAN PRIVASI DAN INDEPENDENSI
Orang-orang yang mengaktualisasikan
diri memiliki suatu kebutuhan yang kuat untuk pemisahan dan kesunyian.
Meskipunmereka tidak menjauhkan diri dari kontak dengan manusia, mereka rupanya
tidak membutuhkan orang-orang lain. Mereka tidak tergantung pada orang-orang
lain untuk kepuasan-kepuasan mereka dan dengan demikian munkin mereka
menjauhkan diri dan tidak ramah. Tingkah laku dan oerasaan mereka sangat
egosentrik dan terarah kepada diri mereka sendiri. Ini berarti bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk membentuk pikiran, mencapai keputusan, dan
melaksanakan dorongan dan disiplin mereka sendiri.
Karena para pengaktualisasi diri
tidak tergantung pada orang lain dan
lebih suka akan privasi dan kesunyiannya, maka terkadang mereka
mengalami kesulitan-kesulitan sosial. Kebanyakan orang nerpikir bahwa mereka
adalah orang-orang yang tidak ramah, sombong, dan mungkin juga bersikap
bermusuhan. Ini bukanlah intensi dari orang-orang yang sehat, mereka tidak
sengaja menghindari orang-orang lain karena mereka tidak memiliki suatu
kebutuhan yang kuat akan orang-orang lain.
BERFUNGSI SECARA OTONOM
Hal yang berhubungan erat dengan
kebutuhan akan privasi dan independensi adalah preferensi dan kemampuan para
pengaktualisasi diri untuk berfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial
dan fisik. Orang-orang yang memiliki kepribadian yang sehat dapat berdiri
sendiri, dan tingkat otonomi mereka yang tinggi membuat mereka mempan terhadap
krisis atau kerugian. Kemalangan yang dapat menghancurkan orang-orang yang
kurang sehat mungkin hampir tidak dirasakan oleh para pengaktualisasi diri.
Mereka mempertahankan suatu
ketenangan dasar ditengah-tengah kondisi atau situasi yang dilihat oleh
orang-orang yang kurang sehat sebagai suatu malapetaka. Orang-orang yang kurang
sehat, seperti telah dikemukakan, sangat tergantung pada dunia yang nyata untuk
pemuasan motif-motif kekurangan. Segala sesuatu yang mengancam dependensi adalah
hal yang menakutkan. Tanpa orang lain, mereka tidak dapat berfungsi dan tidak
dapat hidup.
APRESIASI YANG SENANTIASA SEGAR
Para pengaktualisasi diri senantiasa
menghargai pengalaman-pengalamannya bahkan pengalaman yang sudah sering
terulang dengan suatu perasaan kenikmatan yang segar, keterpesonaan, dan
kekaguman. Suatu pandangan yang positif atau menyegarkan terhadap dorongan
setiap hari untuk bekerja, misalnya, mungkin dilihat sangat menyenangkan selama
lima tahun, tetapi seolah-olah dialami untuk pertama kalinya.
Sebagai akibatnya, mereka merasa
kurang pasti, namun mereka senantiasa berterima kasih terhadap apa yang mereka
miliki dan alami. Maslow mengemukakan
bahwa tidak ada seorangpun dari orang-orangnya yang mengaktualisasikan
diri mempunyai perasaan sama tentang pergi kepesta atau nightclub atau
menghasilkan banyak uang. Kerap kali pengalaman-pengalaman mereka yang
menggembirakan adalah kegitan-kegiatan setiap hari yang kurang penting.
Peristiwa-peristiwa yang mungkin tidak di perhatikan oleh orang-orang yang
kurang sehat.
PENGALAMAN-PENGALAMAN MISTIK ATAU “PUNCAK”
Ada kesempatan-kesempatan dimana
orang-orang yang mengaktualisasikan diri mengalami ekstase (keadaan diluar
kesadaran sendiri), kebahagiaan, perasaan terpesona yang hebat dan meluap-luap,
sama seperti pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam. Selama
pengalaman-pengalaman puncak diri ini (yang di anggap Maslow adalah biasa di
kalangan orang-orang yang sehat). Maslow menunjukan bahwa tidak semua
pengalaman puncak itu sangat kuat, terdapat juga pengalaman-pengalaman yang
ringan. Pengalaman yang ringan ini terkadang dapat di alami oleh kita semua.
Tetapi individu yang lebih sehat memiliki pengalaman puncak yang lebih sering
daripada orang-orang biasa, dan mungkin sering terjadi setiap hari.
MINAT SOSIAL
Tidak dapat dikatakan bahwa para
pengaktualisasi diri merasa memiliki
suatu pertalian keluarga dengan semua orang. Tentu saja, karena mereka berbeda
secara mencolok dari orang-orang biasa, maka mereka menyadari bahwa mereka berfungsi
pada suatu tingkat yang lebih tinggi. Sama seperti saudara dan saudari yang
lebih tua, orang-orang yang sangat sehat ini mengetahui bahwa mereka dapat
mencapai hal-hal dengan lebih baik dari pada orang lain dan bahwa mereka
melihat dan memahami hal-hal dengan lebih baik daripada orang lain dan bahwa
mereka melihat dan memahami hal-hal itu secara lebih jelas. Jadi, sama seperti
seseorang dapat mencintai dan berpihak pada saudara dan saudari yang lebih
muda, demikian juga para pengaktualisasi diri ini mencintai kemanusiaan. Mereka
mungkin sering merasa tertekan atau marah karena tingkah laku orang lain yang
bodoh, lemah, atau kasar, tetapi mereka cepat memahami dan memaafkannya.
HUBUNGAN ANTARPRIBADI
Para pengaktualisasi diri mampu
mengadakan hubungan yang lebih kuat dengan orang lain daripada orang-orang yang
memiliki kesehatan mental yang biasa. Mereka memiliki cinta yang lebih besar
dan persahabatan yang lebih dalam, serta identifikasi yang lebih sempurna
dengan individu-individu lain. Tetapi, hubungan antarpribadi mereka, walaupun
lebih kuat, namun jumlahnya lebih sedikit daripada hubungan antar pribadi di
antara orang-orang yang tidak mengaktualisasi diri. Betapapun orang-orang yang
sehat yang bisa dijadikan sahabat, kolega, dan partner begitupun sedikit, namun
para pengaktualisasi diri, seperti kebanyakan orang lain, lebih suka berada di
antara orang-orang yang memiliki nilai-nilai dan sifat-sifat mereka.
Cinta yang dirasakan oleh para
pengaktualisasi diri terhadap orang lain adalah suatu cinta khusus : Being love (B-Love) sebagai yang
berlawanan dengan Defieciency-love
(D-Love). Defieciency love didorong oleh kebutuhan-kebutuhan karena
kekurangan, khususnya oleh kekurangan kepuasaan akan kebutuhan memiliki dan cinta. Ada depedensi yang kuat
pada orang yang dicintai dan ketakutan kehilangan cinta yang sangat dibutuhkan.
Orang-orang yang memiliki kesehatan mental biasa apabila kehilangan cinta maka
mereka akan sangat mengharapkan cinta maka mereka akan sangat mengharapkan
cinta, seperti orang yang lapar sangat mengharapkan, meminta dan membutuhkan
makanan.
STRUKTUR WATAK DEMOKRATIS
Orang-orang yang sangat sehat
membiarkan dan menerima semua orang tanpa memperhatikan kelas sosial, tingkat
pendidikan, golongan politik, agama, ras atau warna kulit. Perbedaan-perbedaan
serupa itu tidak menjadi masalah bagi para pengaktualisasi diri. Maslow
mengandaikan bahwa mereka jarang menyadari perbedaan-perbedaan ini. Tetapi
tingkah laku mereka lebih dalam dari toleransi. Dalam hubungan mereka dengan
orang lain (misalnya dengan orang-orang yang berpendidikan atau inteligensinya
kurang) mereka tidak mempertahankan suatu sikap angkuh. Mereka sangat siap
mendengarkan atau belajar dari siapa saja yang dapat mengajarkan sesuatu kepada
mereka. Para cendekiawan yang mengaktualisasikan diri, misalnya, sangat hormat
terhadap tukang kayu yang terampil karena tukang kayu itu memperlihatkan
keterampilan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh cendekiawan itu.
PERBEDAAN ANTARA SARANA DAN TUJUAN, ANTARA BAIK
DAN BURUK
Bagi para pengaktualisasi diri
tujuan atau cita-cita jauh lebih penting daripada sarana untuk mencapainya.
Para pengaktualisasi diri juga sanggup membedakan antara baik dan buruk, benar
atau salah. Orang yang kurang sehat kerap kali bingung atau tidak konsisten dalam
hal-hal etis, terombang-ambing atau berganti-ganti antara benar dan salah
menurut keuntungannya. Sebaliknya, para pengaktualisasi diri memiliki
norma-norma etis dan moral yang dirumuskan dengan baik, yang mereka pegang
teguh adalah semua situasi.
PERASAAN HUMOR YANG TIDAK MENIMBULKAN
PERMUSUHAN
Orang-orang yang sehat sepenuhnya
berbeda dari individu-individu biasa dalam hal yang mereka anggap humor yang
menyebabkan mereka tertawa. Orang-orang yang kurang sehat menertawakan tiga
macam humor :
- Humor permusuhan yang menyebabkan seseorang merasa sakit
- Humor superioritas yang mengambil keuntungan dari perasaan rendah diri orang lain
- Humor pemberontakan terhadap penguasa yang berhubungan dengan situasi Oedipus atau percakapan cabul.
Humor
para pengaktualisasi diri bersifat filosofis : humor yang menertawakan manusia
pada umumnya, tetapi bukan kepada seorang individu yang khusus. Humor ini kerap
kali bersifat instruktif, yang dipakai langsung pada hal yang dituju dan juga
menimbulkan tertawa. Itu dalah semacam humor yang bijaksana dan membangkitkan
suatu senyuman dan anggukan tanda mengerti daripada gelak tertawa yang keras.
Humor semacam ini hanya dipakai oleh oranglain yang juga sehat.
Individu-individu yang biasa pada umumnya tidak merasa bahwa para pengaktualisasi
diri sangat lucu dan mungkin menjauhi mereka karena heran mengapa mereka begitu
muram dan serius.
KREATIVITAS
Kreativitas merupakan suatu sifat yang
akan diharapkan seseorang dari para pengaktualisasi diri.Maslow menyamakan
kreativitas ini dengan daya cipta dan daya khayal naif yang dimiliki anak-anak, suatu cara yang
tidak berprasangka dan langsung melihat pada hal-hal lain. Kreativitas lebih
merupakan suatu sikap, ungkapan kesehatan psikologis, dan cara mengenai
bagaimana kita mengamati dan bereaksi terhadap dunia dan bukan mengenai
hasil-hasil yang sudah selesai dari suatu karya seni. Jadi, orang-orang dalam
berbagai pekerjaan dapat memperlihatkan kreativitasnya.
RESISTENSI TERHADAP ENKULTURASI
Para
pengaktualisasi diri dapat berdiri sendiri dan otonom, mampu melawan dengan
baik pengaruh sosial, untuk berpikir atau bertindak menurut cara-cara tertentu.
Mereka mempertahankan otonomi batin , tidak berpengaruh oleh kebudayaan mereka,
dibimbing oleh diri mereka sendiri dan bukan oleh orang lain. Mereka tidak
secara terang-terangan menentang kebudayaan. Mereka tidak sengaja melanggar
aturan-aturan sosial untuk memperlihatkan independensi.
Maslow
berpendapat bahwa para pengaktualisasi diri terkadang bisa sembrono, kepala
batu, menjengkelkan, sombong, dan emosional. Semua itu adalah sifat-sifat yang
ada pada individu-individu yang kurang sehat. Mereka juga tidak luput dari
kesalahan, kecemasan, malu, kekhawatiran, atau konflik.